Kamis, 14 Juni 2012
Taubat....
Menurut Isa (2010:194) dalam
bukunya hakikat Tasaw.uf taubat adalah tahap pertama dalam menempuh tahap-tahap
berikutnya. Taubat adalah jalan untuk membersihkan segala dosa. Setelah manusia
dilumuri berbagai dosa. Tanpa adanya taubat seseorang tidak akan dapat menempuh
jalan menuju Allah swt. Para sufi mengatakan bahwa taubat adalah bahagian
terpenting dalam kehidupan menuju Allah SWT..
Al-Hujwiri mengatakan tiada ibadah yang benar apabila tidak disertai
pertaubatan. Taubat adalah tahap pertama di dalam jalur ini. Ia berpendapat
bahwa terdapat tiga hal yang termasuk dalam taubat: Pertama : taubat karena
ketidak taatannya, kedua : memutuskan untuk tidak melakukan dosa lagi, ketiga :
segera meninggalkan perbuatan dosa itu.
Ada banyak definisi taubat
di kalangan sufi, Abul Husain an-Nuri, mengungkapkan definisi tentang taubat. "Taubat adalah
menolak dari semua, kecuali Allah yang Maha Tinggi", dan pemikiran yang
sama dari penyesalan tahap tertinggi adalah berbeda sama sekali dari yang biasa
terjadi, sebagaimana ditemukan dalam suatu pernyataan, "Dosa-dosa bagi
mereka yang dekat dengan Allah swt.. adalah suatu perbuatan baik yang pada
tempatnya". Sedang al-Ghazali menyatakan, bahwa hakikat taubat adalah kembali dari maksiat
menuju taat, kembali dari jalan yang jauh menuju jalan yang dekat.
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah pernah mengatakan bahwa taubat yang murni itu mengandungi tiga
unsur: Pertama : taubat yang meliputi atas keseluruhan jenis dosa, tidak
ada satu dosa pun melainkan bertaubat karenanya; Kedua : membulatkan
tekad dan bersungguh-sungguh dalam bertaubat, sehingga tiada keraguan dan
menunda-nunda kesempatan untuk bertaubat; dan Ketiga : menyucikan jiwa
dari segala kotoran dan hal-hal yang dapat mengurangi rasa keikhlasan, khauf
kepada Allah swt. dan menginginkan karunia-Nya.
Taubat adalah kembali dari
segala sesuatu yang tercela dalam pandangan syariat kepada segala sesuatu yang
terpuji dalam pandangannya. Taubat merupakan prinsip pokok dalam kegiatan spiritual para sufi, kunci
kebahagiaan bagi para murid dan syarat sahnya perjalanan menuju Allah. Allah
telah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk melakukan Taubat dalam
banyak ayat al-Quran dan menjadikan sebagai sebab untuk memperoleh keuntungan
di dunia dan akhirat.
Menurut Syuqail (2004:118) taubat adalah
kembali dari yang disesali menuju amalan yang lebih baik. Taubat yang
disyari’atkan adalah kembali menuju Allah, kembali mengerjakan apa yang
diperintahkan yang dahulu pernah ditinggalkan, dan kembali meninggalkan
larangan yang dahulu pernah dikerjakan. Taubat tidak sebatas pada berhenti dari
perbuatan dosa saja, sebagaimana yang dipahami oleh mayoritas orang yang tidak
berilmu. Taubat lebih dari itu. Taubat dari meninggalkan kebaikan-kebaikan yang
diperintahkan lebih penting daripada taubat dari melaksanakan dosa.
Taubat
adalah langkah pasti menuju istiqamah dan menyongsong hidayat Allah, menjauhkan
diri dari ketergelinciran dan kenistaan. Ia adalah pintu kehormatan yang dibuka
bagi para pendosa untuk kembali tanpa ditunda-tunda
.
Taubat
adalah suatu amalan yang harus dilakukan oleh seluruh muslimin dan mukminin di
sepanjang hayatnya. Banyak ayat Al-Quran yang menyatakan pentingnya taubat, di
antaranya:
“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung”. (Q.S. [24] An-Nur: 31).
” Hai orang-orang
yang beriman, berTaubatlah kepada Allah dengan Taubat yang semurni-murninya”.
(QS At-Tahrim:8)
"
dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang
benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya
Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab
untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam Keadaan
terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal
saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan orang-orang yang bertaubat dan
mengerjakan amal saleh, Maka Sesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengan
taubat yang sebenar-benarnya.”(Q.S al-Furqan:68-71)
”orang-orang yang mengerjakan kejahatan,
kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman; Sesungguhnya Tuhan kamu sesudah
taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
Maka aku katakana kepada mereka,’Mohonlah
ampun kepada Tuhan kalian-sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-niscaya Dia
akan mengirimkan ujan kepada kalian dengan lebat, membanyakkan harta dan anak-anak
kalian, mengadakan untuk kalian kebun-kebun. An mengadakan (pula didalamnya)
untuk kalin sungai-sungai.”(QS. Nuh:10-13)
“Sesungguhnya
orang-orang yang bertaqwa berada di taman-taman (surga) dan mata air-mata air,
samba mengambil apa yang diberikan kepada mera oleh Tuhan mereka.
Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik.
Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir-akhir malam mereka
memohon ampun (kepada Allah).”(QS Adz-Dzariyat:15-18).
“Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”. (Q.S.
[3] Ali Imran: 133).
Diriwayatkan
dari Aghar ibn Yasar al-Muzani dari Nabi s.a.w beliau bersabda:
يا يها الناس توبوا الي الله واستغفروه فاني اتوب الي الله واستغفروه في اليوم ما ئة مرة
Wahai
seklian manusia , berTaubatlah kalian kepada Allah dan mohonlah ampunan –Nya.
Sesungguhnya aku berTaubat kepada-Nya dalam sehai semalam sebanyak seratus
kali.”(H.R Muslim).
Sabda Nabi saw..,
“Dan
iringilah yang buruk dengan yang baik, niscaya yang baik akan menghapusnya”.
(HR. Tirmidzi)
“Setiap
manusia itu (sangat mungkin) banyak berbuat dosa, dan sebaik-baik orang yang
berbuat dosa adalah mereka yang (bersegera) bertaubat.”
Dan
Rasulullah, meskipun beliau terpelihara dari segala dosa dan kesalahan, beliau
sering memperbaharui Taubat dan mengulang-ulang istigfar. Hal itu beliau
lakukan sebagai pembelajaran dan pensyariatan bagi umat beliau.
Setiap manusia potensial (dan pasti
pernah) melakukan kesalahan dan dosa. Tidak ada orang yang ‘steril’ dari dosa (ma’shum),
kecuali nabi/rasul. Untuk menghindari dosa mungkin bisa dengan diam, tidak
melakukan apapun, tetapi itu juga salah. Oleh karena itu, berbuatlah. Namun
jika terasa telah berbuat dosa, segeralah memohon ampun dan bertaubatlah kepada
Allah swt..
Dijelaskan pula bahwa di antara
ciri-ciri orang yang bertakwa adalah:“Dan (juga) orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan
Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu, sedang mereka mengetahui”. (Q.S. [3] Ali Imran: 133).
Dosa yang segera dimohonkan ampun dan
taubat diibaratkan sebagai noda yang cepat dibersihkan dari pakaian. Dia akan
dengan mudah dan cepat dihilangkan.
Taubat yang diterima di sisi Allah
hanyalah taubatnya orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang
kemudian mereka bertaubat dengan segera; bukan taubatnya orang yang mengerjakan
kejahatan (yang) hingga apabila datang ajalnya barulah ia mengatakan, “Sesungguhnya
saya bertaubat sekarang”. Dan bukan pula taubatnya orang yang mati di dalam
kekafiran. Dosa yang dilakukan berulang kali tanpa rasa penyesalan, niscaya
menutupi hatinya (dari hidayah dan kebaikan), seperti noda yang merusak
keindahan pakaian.
Hendaknya kita tidak memandang ringan
karena merasa hanya melakukan dosa kecil. Dosa memang terbagi menjadi dua
kategori: dosa besar dan dosa kecil. Dosa besar ialah dosa yang sanksi hukumnya
jelas di dunia ini, dan juga diancam dengan adzab di akhirat. Adapun dosa kecil
ialah dosa yang tidak secara tegas disebutkan sanksi hukumnya di dunia, juga
tidak disebutkan secara spesifik jenis siksanya di akhirat. Tetapi menurut
ulama yang lain dosa besar ialah dosa yang dilakukan dengan sengaja dan
menganggap remeh (tanpa rasa menyesal, dan berulang-ulang). Adapun dosa kecil
ialah dosa yang dilakukan secara tidak sengaja, tidak berulang-ulang, dan
disertai rasa bersalah. Oleh karena itu dikenal ungkapan,
“Tiada (dinamai) dosa besar selama
pelakunya bersegera memohon ampun (beristighfar), dan tiada (dinamai) dosa
kecil bila pelakunya terus-menerus mengulanginya.”
Sementara
jika maksiat yang dilakukannya ada sangkut-pautya dengan hak manusia, maka
syaratnya ada empat: tiga syarat yang telah disebutkan di atas, dan satu lagi
yakni menyelesaikan urusannya dengan pemilik hak tersebut. Jika hak tersebut
adalah harta, maka dia harus mengembalikannya. Jika hak tersebut adalah had
qadzaf (menuduh orang lain berzina), maka di harus menyerahkan diri untuk
dijatuhi had atau meminta maaf kepada orangnya. Jika hak tersebut adalah ghibah,
maka dia harus meminta maaf dari orang yang digunjingnya. Dan wajib atasnya
untuk bertaubat dari semua dosa. Di antara syarat lain dari Taubat adalah
meninggalkan persahabatan dengan orang-orang fasik yang mendorongnya untuk
melakukan maksiat dan menjauhkannya dari ketaatan. Kemudian dia harus bergabung
dan bersahabat dengan orang-orang jujur da orang-orang baik, agar persahabatan
dengan mereka menjadi pagar yang menghalanginya untuk kembali kepada kehidupan maksiat
dan pelanggaran terhadap syariat.
Seorang
sufi tidak memandang pada kecilnya suatu dosa, tapi dia memandang keagungan
Tuhan, sebagai bentuk peneladanan terhadap para sahabat Nabi. Diriwayatkan
bahwa sahabat Nabi, Anas bin Malik berkata:
“Sesungguhnya
kalian akan melakukan perbuatan yang dalam pandangan mata kalian lebih dari
biji gandum, sementara pada masa Nabi SAW. kami menganggapnya sebagai dosa
besar”.(HR. Muslim).
Abu
Ubaidillah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dosa besar dalam ungkapan Anas
bin Malik itu adalah perbuatan yang membinasakan.
Seorang
sufi tidak hanya bertaubat dari maksiat. Sebab, dalam pandangannya taubat model
ini adalah Taubat orang awam. Akan tetapi, dia juga bertaubat dari segala
sesuatu yang menyibukkan hatinya dari Allah. Ketika ditanya tentang taubat,
Dzunnun al-Mishri, seorang pemuka sufi, berkata,”Taubat orang awam adalah taubat
dari dosa. Sementara Taubat orang khawwash adalah Taubat dari kelalaian.
Abdullah
at-Tamimi
berkata,”Sungguh jauh perbedaan antara ta’ib (orang yang bertaubat) yang
satu dan ta’ib lainnya. Ada orang yang bertaubat dari dosa besar dan
dosa kecil, ada yang bertaubat dari keterpelesetan dan kelalaian, dan ada orang
yang bertaubat karena melihat hal-hal yang baik dan ketaatan.”
Setiap
kali seorang sufi memperbaiki pengetahuannya terhadap Allah dan memperbanyak
amalannya, maka Taubatnya akan semakin mendalam. Barang siapa hatinya suci dari
segala macam dosa da kotoran, dan diterangi oleh nur-nur ilahiah, maka tidak
tertutup baginya penyakit-penyakit yang samar yang menerobos msuk ke dalam
hatinya ketika berniat melakukan kesalahan. Ketika itu, dia akan langsung bertaubat
karena malu kepada Allah yang selalu melihatnya.
Taubat
juga harus diiringi dengan memperbanyak istighfar, baik di tengah malam
maupun siang hari. Dengan yang demikian ini, seorang sufi akan merasakan
kehambaannya yang hakiki dan kelalaiannya dalam mengerjakan hak Tuhan.
Menurut
Syuqail (2004:116) meskipun dosa seorang hamba menumpuk, pintu taubat tetap
terbuka lebar baginya. Tentunya, selama ia belum sekarat dan matahari belum
terbit dari barat. Ini adalah karunia Allah bagi hamba-hamba-Nya. Allah
menerima taubat seorang hamba agar ia dapat membersihkan dirinya dari lumuran
dosa.
Salah satu
hal yang membawa kepada keberhasilan adalah taubat. Taubat merupakan alah satu rahmat
Allah yang Maha Tinggi kepada para hamba-Nya. Betapa indahnya ungkapan-ungkapan
Imam Ali as-Sajjad dalam karyanya yang berjudul Munajat at-Taibin
(Bisikan doa orang-orang yang bertaubat kepada Allah).
Imam
berseru,” Ya Tuhanku, Engkaulah yang telah membuka bagi para hamba-Mu pintu
menuju ampunan-Mu, dan Engkau menamakannya Taubat ketika Engkau berfirman,”Bertaubatlah
kepada Allah dengan Taubat yang semurni-murninya (taubatan nasuha),”
sehingga kemudian apa alasan bagi orang yang mengabaikan kesempatan untuk
memasuki pintu tersebut sesudah pintu tersebut terbuka?”
Makna
kalimat yang disabdakan oleh Nabi saw.. dalam hadits: ”Bertaubatlah sebelum engkau mati,” adalah bahwa segera
setelah kita melakukan suatu dosa, kita harus bertaubat kepada Allah SWT,
karena tidak ada seseorang pun yang tahu kapan dia akan mati. Dalam al-Quran
dinyatakan:
“Dan
tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diperolehnya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana
akan mati”.
Telah
diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw.. dengan segala kebesaran dan kemuliaan
jiwa yang beliau miliki—meminta ampun (berTaubat) 70 kali setiap hari!Kita
menyatakan diri sebagai pengikut nabi saw. yang berkepribadian agug ini, maka
berapa kali dalam sehari kita meminta maaf dan bertaubat Allah swt.?
Pada malam
hari, sebelum kita tidur berapa banyak perbuatan dalam hari yang kita ingat?
Jika seseorang duduk, menelaah dan merenungkan perbuatan-perbuatannya setiap
hari, maka kegelapan spiritual akan terangkat dari hatinya dan jiwanya akan
diterangi oleh cahaya ilahi.
Karena
itulah, perbuatan yang terbaik yang bisa dilakukan oleh seseorang adalah
meminta maaf sebelum fajar menyingsing. Dengan demikian, seseorang hendaknya
bangun di tengah malam, dan dalam ketenangan mala, ia hendaknya mendirikan
salat dan memohon kebutuhannya dari Allah SWT serta mencurahkan hati
kepada-Nya; atau dalam dalam istilah al-Quran, dia hendaknya menjadi salah satu
dari “orang-orang yang memohon ampun di waktu sahur.”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
About Me
- Lingga S. Anshary
- sulit sekali untuk mengambil keputusan, namun setelah keputusan diambil yang ada hanya kelegaan karena kita hanya harus melakukannya...
Selamat Datang
di Halamanku,,,,
di Halamanku,,,,
Penayangan bulan lalu
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar