Senin, 11 Juni 2012
Tokoh-tokoh Besar di Zaman Khalīfaħ Al-Mahdī (part1)
Tokoh-tokoh Besar di Zaman Khalīfaħ Al-Mahdī
Beberapa orang dari kalangan keluarga Barāmikaħ
telah terkemuka di zaman Khalīfaħ al-Mahdī, sama seperti keadaannya zaman Khalīfaħ Abū al-Abbass al-Syaffaħ dan Khalīfaħ al-Mansur.
Mengenai keluarga Baramikaħ ini akan dibicarakan secara terperinci kelak.
Di antara tokoh-tokoh ternama di dalam
kerajaan Khalīfaħ al-Mahdī ialah Malik bin al-Haiśam, Yazid bin al-Mansur paman
al-Mahdī yang menjadi penyedia pendidikan bagi bakal Khalīfaħ al-Mahdī, dan Abban
bin Sidqah.[1]
Khalīfaħ Al-Mahdī dan Al-Muqanna’ Al-Khurasanī
Mungkin gerakan al-Muqanna’ al-Khurasani
merupakan juga suatu percobaan Parsi untuk membalas dendam terhadap kematian Abū
Muslim al-Khurasani, atau suatu percobaan Parsi untuk merampas kekuasaan dan
pengaruh dari golongan Abbasyiyaħ.
Al-Muqanna’ al-Khurasani muncul di kota
Marwu. Dia seorang buta sebelah mata dan pendek, dinamakan al-Muqanna’, karena
memakai topeng emas untuk menyembunyikan kecacatannya itu, dia menganggap
dirinya Tuhan menyerupai manusia. Ia pernah berkata, Allah menjadikan Ādam
kemudian menyerap ke dalam bentuk dirinya. Kemudian menjadikan Nūh dan menyerap
ke dalam bentuk dirinya, begitulah seterusnya sehingga kepada Abū Muslim al-Khurasani!
Dia juga mengejarkan tentang pengembalian kembali roh ke dunia dalam jasmani
lain. Banyak orang yang terpengaruh dengannya dan bersujud ke arahnya dari
tempat masing-masing!.
Kemunculan al-Muqanna’ al-Khurasani
terjadi pada zaman Khalīfaħ al-Mahdī dan telah menimbulkan kekhawatiran
khalīfaħ, terutama karena pengikut-pengikutnya bertambah banyak dan telah
memperoleh beberapa kemenangan dalam pertempuran serta menawan banyak
wanita-wanita kaum Muslimīn dan anak-anak mereka. Khalīfaħ al-Mahdī telah mengirim
satu bala tentara yang besar untuk menentangnya, tetapi al-Muqanna’ telah
berlindung di sebuah kota yang amat sukar dilumpuhkan. Kepungan atas kota itu
berlanjutan begitu lama. Setelah putus asa untuk menyelamatkan diri,
al-Muqanna’ menyalakan api yang besar kemudian mencampakkan diri ke dalamnya.
Perbuatannya itu telah diikuti oleh banyak pengikutnya.
Al-Mahdī dan Putra Mahkota
Al-Mahdī mau mewariskan jabatan
khalīfaħ kepada kedua anaknya al-Hadi dan Harun al-Rasyid, tetapi keinginannya
terhalang karena ketika itu yang menjadi putra mahkota untuk jabatan tersebut
adalah ‘Īsa bin Mūsa, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Khalīfaħ al-Mansur.
Seperti yang telah disebutkan, jabatan
putra mahkota pada waktu itu telah menyebabkan ‘Īsa bin Mūsa dua kali mengalami
penindasan dan kekejaman. Kali pertama di zaman pemerintahan Khalīfaħ al-Mansur
dan kali kedua ialah di zaman pemerintahan Khalīfaħ al-Mahdī. Menurut cerita
al-Jahsyiari,[2] ketika menyadari halangan
tersebut, Khalīfaħ al-Mahdī pun mengarahkan Abū Abdullah supaya mengemukakan
kepada ‘Īsa bin Mūsa agar melepaskan gelar putra mahkotanya dan menawarkan
kepadanya sesuatu yang lebih baik lagi, dan ia hendaknya mematuhi Khalīfaħ
serta menerima anjuran itu; dan andainya ia enggan berbuat demikian berarti ia
melawan kepada khalīfaħ dan berhak menerima hukuman.
Tetapi ‘Īsa enggan tunduk kepada
permintaan itu, menyebabkan Khalīfaħ al-Mahdī memerintahkan pegawai
pemerintahannya di Kufah melakukan suatu tindakan terhadap dirinya. Pegawai
pemerintah itu tidak dapat berbuat apa-apa, karena ‘Īsa tinggal di luar Kufah
dan amat jarang datang ke kota tersebut. Oleh karena itu Khalīfaħ al-Mahdī pun
mengundangnya datang ke Bagdad, tetapi ia enggan berbuat demikian. Khalīfaħ al-Mahdī
lantas memaksanya datang dengan menggunakan kekerasan dan memerintahkan
beberapa orang pengawal supaya menyiksa ‘Īsa di Bagdad. Akhirnya setelah menerima
penyiksaan itu, ‘Īsa dilucuti gelarnya jadi putra mahkota yang disandangnya
sejak zaman pemerintahan Khalīfaħ al-Mansur itu. Dengan demikian Khalīfaħ al-Mahdī
melantik anaknya al-Hadi sebagai putra mahkota pada tahun 160 H. Pada tahun 166
H, Khalīfaħ al-Mahdī melantik pula anaknya Harun al-Rasyid sebagai putra
mahkota kedua, bakal menggantikan al-Hadi kelak.
Kemangkatan Al-Mahdī
Terdapat dua riwayat mengenai sebab
kemangkatan al-Mahdī. Satu riwayat mengatakan beliau terlanggar pintu sebuah
kandang ketika berburu seekor pelanduk, dan jatuh dari kudanya serta mangkat
ketika itu juga. Sementara satu riwayat lagi mengatakan beliau telah termakan
makanan beracun yang disediakan oleh seorang dayangnya untuk seorang dayang
yang lain.
Label:
sejarah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
About Me
- Lingga S. Anshary
- sulit sekali untuk mengambil keputusan, namun setelah keputusan diambil yang ada hanya kelegaan karena kita hanya harus melakukannya...
Selamat Datang
di Halamanku,,,,
di Halamanku,,,,
Penayangan bulan lalu
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar